Sabtu, 09 Maret 2013

Makalah Ilmu Kalam "Kaum Mutazilah"


KAUM MUTAZILAH
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Tauhid Ilmu Kalam 
Dosen Pengampu Sri Dahlia, Ss. MA



Disusun Oleh :
 Kelompok 5
Kelas B 
1. Abdussyakur Khoirul Umam          NIM : 111032 
2. Anggun Rahmasari                         NIM : 111037 
3. M. Sa’roni                                     NIM : 111047 
4. Uswatun Hasanah                          NIM : 111064 
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI 
2012


PRAKATA
Assalamualaikum Wr.Wb
            Puji syukur penulis panjatkan kehadirat-Mu ya Allah. Berkat rahmat dan hidayah-Nya serta bimbingan-Nya semata-mata, akhirnya penulisan makalah ini dapat selesai. Sholawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan ke pangkuan Nabiyullah Muhammad, SAW.
            Makalah ini penulis susun guna memenuhi tugas mata kuliah Tauhid Ilmu Kalam. Dan dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas, maka makalah yang berjudul “ kaum mutazilah “ , ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Sri Dahlia, Ss. MA selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu Kalam Sekolah Tinggi Agama Islam Pati.
2.      Segenap Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Pati.
3.      Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaiakan makalah ini.
4.      Semua pihak yang telah memberikan motivasi kepada penulis.
Penulis berharap dari makalah yang penulis susun ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi penulis maupun pembaca. Demikianlah makalah ini penulis susun, kritik serta saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk melengkapi makalah ini.       
Wassalamualaikum Wr.Wb
                                                                                                Pati, 5 April 2012
                                                                                                Penulis
ii

DAFTAR ISI
PRAKATA................ …………………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………………………... 1
B. Rumusan  Masalah …………………………………………………………….. 2
C. Tujuan Penulisan ………………………………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Asal-usul dan Penamaan Kaum Mu’tazilah .....................................……………. 3 -5
B.
Ajaran-ajaran Kaum Mu’tazilah ............................…………………………….. 5 - 6
C.
Pendapat Para Golongan yang Bersebrangan…………………………………... 6 - 8
D.
Analisis ............................................………………………………………….. 8
BAB III PENUTUP
A. Simpulan  …………………………………………………………………....... 13 - 14
DAFTAR PUSTAKA
 
iii



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Banyak aliran dan mazhab yang timbul sepanjang sejarah umat Islam. Mulai dari timbulnya aliran berlatarbelakang politik, yang kemudian aliran tersebut berevolusi dan memicu kemunculan aliran bercorak akidah ( teologi ), hingga bermacam mazhab Fikih, Ushul Fikih dan ilmu-ilmu keislaman lainnya.
Jika dilihat dengan kaca mata positif, maka beragamnya aliran dan mazhab dalam Islam itu menunjukkan bahwa umat Islam adalah umat yang kaya dengan corak pemikiran. Ini berarti umat Islam adalah umat yang dinamis, bukan umat yang statis dan bodoh yang tidak pernah mau berfikir. Namun dari semua aliran yang mewarnai perkembangan umat Islam itu, tidak sedikit juga yang mengundang terjadinya konflik dan membawa kontroversi, khususnya aliran yang bercorak atau berkonsentrasi dalam membahas masalah teologi. Salah satunya adalah golongan Mu’tazilah atau yang sering disebut dengan kaum Mu’tazilah.
Banyak yang mengidentikkan Mu’tazilah dengan nyeleneh, sesat, cenderung merusak tatanan agama Islam, dan dihukum telah keluar dari ajaran Islam. Namun juga tidak sedikit yang menganggap Mu’tazilah sebagai main icon kebangkitan umat Islam di masa keemasannya, sehingga berfikiran bahwa umat Islam mesti menghidupkan kembali ide-ide aliran ini untuk kembali bangkit. Itu adalah sebagian dari sekian banyak fakta lapangan yang menunjukkan bahwa kelompok ini memang tergolong kontroversial.
Agar tidak terjebak dalam kontroversi dan kesalahpahaman tersebut, maka perlu dilakukan usaha-usaha untuk mengkaji kelompok ini secara objektif, dalam artian perlu adanya kajian mendalam di setiap sisinya. Oleh karena itu, penulis akan  mencoba menguraikan beberapa hal yang berkaitan tentang Mu’tazilah dalam makalah ini. Antara lain adalah asal-usul dan penamaan kaum Mu’tazilah & para tokohnya, ajaran-ajaran kaum Mu’tazilah, dan Pendapat para golongan yang berseberangan.[1]
B.     Rumusan  Masalah
Berdasarakan latar belakang tersebut di atas, maka setidaknya ada beberapa masalah yang akan di bahas dalam makalah ini, yaitu :
1.      Bagaimanakah asal-usul dan penamaan kaum Mu’tazilah  ?
2.      Apa sajakah ajaran-ajaran kaum Mu’tazilah ?
3.      Bagaimanakah pendapat para golongan yang bersebrangan ?
C. Tujuan Penulisan
        Tujuan penulisan makalah berdasarkan rumusan masalah di atas adalah :
1. Untuk memberitahukan asal-usul dan penamaan kaum Mu’tazilah serta para tokoh yang mempengaruhinya.
2. Untuk memberitahukan ajaran-ajaran kaum Mu’tazilah.
3. Untuk memberitahukan pendapat para golongan yang berseberangan.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Asal-usul dan Penamaan Kaum Mu’tazilahPengertian
·         Secara bahasa:
Berasal dari ka yang berarti memisahkan diri, juga berarti عزل الشيء عن غيره yang berarti memisahkan diri dari yang lain
·         Sedangkan menurut istilah adalah:
المعتزلة فرقة من المتكلمين يخالفون أهل السنة في بعض المعتقدات على رأسهم واصل بن عطاء                اعتزل بأصحابه حلقة الحسن البصري                                                                                              اMu’tazilah: Sebuah firqoh / kelompok dari para mutakallimin yang menyelisihi Ahlus Sunnah di sebagian Aqidah, Mu’tazilah ini diketuai oleh Wasil bin Atho’ yang memisahkan diri beserta para sahabatnya dari halaqoh Hasan Al Basri
 قوم من القدرية يلقبون المعتزلة زعموا أنهم اعتزلوا فئتي الضلالة عندهم يعنون أهل السنة والجماعة والخوارج الذين يستعرضون الناس قتلا
Mu’tazilah: Kaum dari Qodariyah yang dijuluki dengan Mu’tazilah dengan dugaan / karena mereka memisahkan diri dari dua kelompok yang mereka anggap sesat yaitu Ahlu Sunnah wal Jamaah dan Khowarij yang mengobarkan peperangan diantara manusia.
Mu’tazilah merupakan ism fa’il yang berakar dari kata ‘azala-i’tazala, yang berarti memisahkan-menyingkir atau memisahkan diri. Maka secara bahasa Mu’tazilah berarti orang yang memisahkan diri.[2] Nama “ Mu’tazilah “ bukan ciptaan orang-orang Mu’tazilah sendiri, tetapi diberikan oleh orang lain. Orang-orang Mu’tazilah menamakan dirinya “ ahli keadilan dan keesaan “ ( ahlul adli wat tauhid ).[3] Dan kaum Mu’tazilah merupakan golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan-persoalan yang dibawa kaum Khawarij dan Murji’ah. Dalam pembahasan, mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama “ kaum rasional Islam “. Dan berbagai analisis yang dimajukan tentang pemberian nama Mu’tazilah kepada mereka. Uraian yang biasa disebut dengan buku-buku ‘Ilmu al-Kalam yang berpusat pada peristiwa yang terjadi antara Wasil Ibn ‘Ata’ serta temanya ‘Amr Ibn ‘Ubaid dengan Hasan al-Basri di Basrah.
Menurut al-Baghdadi, Wasil dan temanya ‘Amr Ibn ‘Ubaid Ibn Bab diusir oleh Hasan al-Basri dari majelisnya karena adanya pertikaian antara mereka mengenai persoalan qadar dan orang yang berdosa besar. Keduanya menjauhkan diri dari Hasan al-Basri dan mereka serta pengikut-pengikutnya disebut kaum Mu’tazilah karena mereka menjauhkan diri dari faham umat Islam tentang orang yang berdosa besar. Menurut mereka orang seperti itu tidak mukmin dan tidak kafir pula. Demikian keterangan al-Baghdadi tentang pemberian nama Mu’tazilah kepada golongan ini.[4]
Al-Mas’udi memberikan keterangan lain, yaitu dengan tidak mempertalikan pemberian nama itu dengan peristiwa pertikaian faham antara Wasil dan ‘Amr dari satu pihak dan Hasan al-Basri dari pihak lain. Mereka disebut kaum Mu’tazilah karena mereka berpendapat bahwa orang berdosa besar bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi mengambil posisi di antara keduanya.
Di samping keterangan-keterangan klasik ini, ada teori baru yang dimajukan oleh Ahmad Amin. Namun Mu’tazilah sudah terdapat sebelum adanya peristiwa Wasil dengan Hasan al-Basri dan sebelum timbulnya pendapat tentang posisi di antara dua posisi. Kalau itu dipakai sebagai designatie terhadap golongan orang-orang yang tak mau turut campur dalam pertikaian-pertikaian politik yang terjadi di zaman ‘Usman Ibn ‘Affan dan ‘ Ali Ibn Abi Thalib. [5]
Dan sejak Islam meluas, banyaklah bangsa-bangsa yang masuk Islam untuk hidup dibawah naungannya. Akan tetapi tidak semuanya memeluk agama dengan segala keikhlasan. Ketidak ikhlasan ini terutama dimulai sejak zaman Mu’awiyah, karena mereka telah memonopoli segala kekuasaan pada bangsa Arab sendiri. Tindakan ini  menimbulkan kebencian terhadap bangsa Arab dan keinginan menghancurkan Islam dari dalam, sumber keagungan dan kekuatan mereka. Diantara musuh-musuh Islam dari dalam ialah golongan Rafidlah, yaitu golongan Syi’ah ekstrim yang banyak mempunyai unsur-unsur kepercayaan yang jauh samasekali dari ajaran Islam, seperti kepercayaan sceptic yang pada waktu itu tersebar luas di kota-kota Kufah dan Basrah, juga golongan tasawuf incarnasi termasuk musuh Islam.
Dalam keadaaan demikian itu muncullah golongan Mu’tazilah yang berkembang dengan pesatnya sehingga mempunyai sistem/metode dan pendapat-pendapatnya sendiri. [6] Dan dari pendapat-pendapat diatas dapat diketahui bahwa untuk mengetahui asal-usul nama Mu’tazilah itu dengan sebenarnya memang sulit. [7]  Berbagai pendapat dimajukan ahli-ahli, tetapi belum ada kata sepakat antara mereka. Yang jelas ialah bahwa nama Mu’tazilah sebagai designatie bagi aliran teologionil dan liberal dalam Islam timbul sesudah peristiwa dengan Hasan al-Basri di Basra.
Golongan Mu’tazilah mencapai masa keemasan pada masa Khilfah bani Abbasiyah. Pada masa itu aliran ini menjadi ajaran resmi kerajaan.Ketika terjadi fitnah alqur’an mahluq, Imam Ahmad bin Hambal yang menolak perintah Al Makmun untuk mengakui bahwa alqur’an adalah mahluq mendapatkan ujian pada masa Al Mu’tashim, berupa dipenjara dan disiksa dengan cambuk setelah wafatnya almakmun, ia menetap dipenjara selama dua tahun setengah, kemudian dikembalikan ke rumahnya dan menetap disana sepanjang kekholifahan Mu’tashim dan anaknya Al Watsiq.
  Ketika Al Mutawakkil memegang tampuk kekhilafahan pada tahun 232 H, ia memenangkan AhluS Sunnah dan memuliakan Imam Ahmad, dan melarang ajaran Mu’tazilah atas hukum dan percobaan pemaksaan aqidah mereka selama empat puluh tahun. Hal tersebut juga terjadi pada masa daulah bani Buwaih tahun 334 H di Negara persi (Negara Syi’ah), hubungan antara Syi’ah dan Mu’tazilah menjadi sangat kuat, urusan-urusan Mu’tazilah diangkat dibawah naungan negara ini, Qodhi Abdul Jabbar ketua Mu’tazilah diangkat menjadi Qodhi oleh oleh Shohib bin I’bad, menteri pertahanan negara Buwaih.
  1. AJARAN AJARAN MU’TAZILAH
Menurut Al-Bagdady dalam kitabnya ( al-Farqu bainal Firaqi ) aliran Mu’tazilah terpecah-pecah menjadi 22 golongan, ,dua diantaranya dianggap telah keluar dari Islam. Meskipun terpecah-pecah, namun semuanya masih tergabung dalam kelima pokok ajaran mereka, yaitu :
a.    Tauhid ( pengesaan ).
b.    Al-Adl ( keadilan ).
c.    Wa’ad wal Wa’id ( janji ancaman ).
d.   Al-Manizilah baina al-Manzilatain ( tempat di antara dua tempat ).
e.    Amar ma’ruf nahi munkar ( perintah kebaikan dan melarang kejahatan ).
Masing-masing dari kelima ajaran tersebut akan penulis jelaskan di bawah ini :
a.    Tauhid
Tauhid adalah dasar Islam pertama dan utama. Sebenarnya tauhid tauhid ini bukan milik khusus golongan Mu’tazilah, tetapi karena mereka menafsirkannya sedemikian rupa dan mempertahankannya dengan sungguh-sungguh maka mereka terkenal sebagai ahli tauhid.
b.    Al-Adl
Dasar keadilan ialah meletakkan pertanggungan jawab manusia atas segala perbuatannya. Dengan dasar keadilan ini mereka menolak pendapat golongan Jibriyyah yang mengatakan bahwa manusia dalam segala perbuatannya tidak mempunyai kebebasan, bahkan menganggap suatu kezaliman menjatuhkan siksa kepadanya.[8]
c.    Wa’ad wal Wa’id
Prinsip ini adalah kelanjutan prinsip keadilan yang harus ada pada Tuhan. Golongan Mu’tazilah yakin bahwa janji Tuhan akan memberikan pahala dan ancaman-Nya akan menjatuhkan siksa atau neraka pasti dilaksanakan, karena Tuhan sudah  menjanjikan demikian. Siapa yang berbuat baik akan dibalas dengan kejahatan pula. Tidak ada pengampunan terhadap dosa besar tanpa taubat.
d.   Al-Manizilah baina al-Manzilatain
Prinsip ini sangat penting yang karenanya Wasil bin Ata’ memisahkan diri dari Hasan Basri. Wasil memutuskan bahwa orang yang berbuat dosa besar selain syirik, tidak mu’min tidak pula kafir, tetapi fasik. Jadi kefasikan adalah suatu hal yang berdiri sendiri antara iman dan kafir.
e.    Amar ma’ruf nahi munkar
Prinsip ini lebih banyak berhubungan dengan taklif dan lapangan fiqih daripad lapangan kepercayaan atau tauhid. Banyak ayat-ayat Qur’an yang memuat prinsip ini. Prinsip ini harus dijalankan oleh setiap orang Islam untuk penyiaran agama dan memberi petunjuk kepada orang-orang yang sesat. Sejarah menunjukkan betapa hebatnya golongan Mu’tazilah mempertahankan Islam terhadap kesesatan-kesesatan yang tersebar luas pada permulaan masa Abbasiy, yang hendak menghancurkan kebenaran-kebenaran Islam, bahkan tidak segan-segannya menggunakan kekerasan dalam melaksanakan prinsip tersebut, meskipun terhadap golongan-golongan Islam sendiri.[9]
  1. Pendapat Para Golongan yang Berseberangan
Kaum Mu’tazilah, sebagaimana yang telah di jelaskan di atas, sudah tak mempunyai wujud, kecuali dalam sejarah. Aliran Mu’tazilah masih dipandang sebagai aliran yang menyimpang dari aliran Islam dan dengan demikian tak disenangi oleh sebagian umat Islam, terutama di Indonesia. Kaum Mu’tazilah tidak disukai karena sikap mereka yang memakai kekerasan dalam menyiarkan ajaran-ajaran mereka dipermulaan abad ke sembilan Masehi. Kesalahpahaman terhadap aliran Mu’tazilah timbul, karena buku-buku mereka tidak dibaca dan dipelajari lagi dalam perguruan-perguruan tinggi Islam, kecuali mulai dari permulaan abad ke XX ini dan itupun hanya di perguruan tinggi tertentu seperti Al-Asy’ari dan Al-Maturidi dan sebagai lawan dari Mu’tazilah, tulisan-tulisan mereka tentang ajran-ajaran Mu’tazilah tidak selamnya bersifat objektif.Bahkan di antara pengarang-pengaraang itu ada yang tak segan-segan mencap kaum Mu’tazilah sebagai golongan kafir. Al-Baghdadi, umpamanya, menyebut mereka mereka golongan tersesat ( firaq al-dalal ), dan selalu memakai kata bid’ah, fadiah (perbuatan yang memalukan ) dan dalalah ( kesesatan )dalam menggambarkan ajaran-ajaran Mu’tazilah. Kata takfir ( memandang kafir ) juga selalu di pakai.
Tetapi atas pengaruh Jamaluddin Afgani dan Syekh Muhammad ‘Abdu, sebagai dua pemimpin modernisme yang utama dalam Islam, keadaaan di atas telah mulai berubah. Telah ada pengarang-pengarang, bahkan alim ulama yang mulai membela kaum Mu’tazilah. Al-Nasysyar, Guru Besar Falsafat Islam di Universitas Alexandria umpamanya, ia sendiri berpendapat bahwa al-nazzam adalah orang lurus serata benar yang banyak usahanya membela Islam.
Ahmad Mahmud Subhi, Dosen Falsafat Islam di Universitas Alexandria, menerangkan bahwa fahamyang mengatakan al-i’tizal sama artinya dengan perpecahan yang timbul sesudah abad ke IV H. Tetapi dalam penyelidikan-penyelidikan baru yang diadakan tidak kita jumpai alasan-alasan kuat untuk membenarkan pendapat lawan-lawan Mu’tazilah, dan kebanyakannya dari golongan Asy’ariah, bahwa al-i’tizal berarti perpecahan dari aliran Ahli Sunnah dan Jama’ah.
Ahmad Amin sendiri berpendapat bahwa kaum Mu’tazilahlah golongan Islam yang pertama memakai senjata yang dipergunakan lawan-lawan Islam dari golongan Yahudi, Kristen, Majusi dan Materialist dalam menangkis serangan-serangan terhadap Isalm dipermulaan kerajaan Bani Abbas.[10] Dari kalangan alim ulama, Syekh Muhammad Yusuf Musa, dari al-Azhar, dalam uraiannya mengenai kaum Mu’tazilah dan kaum Asy’ariah, mengeluarkan pendapat-pendapat yang mengandung nada setuju dengan ajaran-ajaran Mu’tazilah tersebut, terutama ketika membicarakan faham qadariah Mu’tazialah dan faham kasb  kaum Asy’aariah. Faham kemerdekaan manusia dalam kemauan dan perbuatan yang dikandung ajaran qadariah dari kaum Mu’tazilah, dengan sendirinya membawa kepad afaham dibatasinya kekuasaan mutlak Tuhan.
Lain lagi dengan, Syekh ‘Ali Mustafa al-Ghurabi, Guru Besar di FAkultas Syari’ah di Mekkah, beliau berpendapat bahwa, di zaman modern dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknik sekarang, ajaran-ajaran kaum Mu’tazilah yang bersifat rasionil itu telah mulai timbul kembali di kalangan umat Islam terutama di kalangan kaum terpelajar. Secara tak sadar mereka telah mempunyai paham-paham yang sama atau dekat dengan ajaran-ajaran Mu’tazilah. Mempunyai paham yang demikian tidaklah membuat mereka ke luar dari Islam.[11]
  1. Analisis
Dari pembahasan diatas, perlu penulis akui masih sulitnya untuk mencari referensi yang betul betul netral yang mengkaji tentang ajaran ini. Buku-buku yang ada kebanyakan menyudutkan Mu’tazilah. Hal ini tidak lepas dari kekuasaan Islam yang lebih dominan dikuasai kaum sunni semenjak jaman Turki Utsmani dan Moghul India. Hal ini tidak lepas dari sejarah yang selalu memihak kepada pemegang kekuasaan dan sejarah cenderung subyektif .
Perlu dicatat bahwa pada masa keemasan Mu’tazilah adalah masa kemajuan Islam. Mereka telah banyak berjasa dalam mengembangkan agama ini. Negara Islam menjadi negara yang disegani dan ditakuti oleh Negara lain didunia.
Menurut penulis, paham Mu’tazilah patut juga dipelajari bagi orang-orang yang betul- betul faham tentang keilmuan Islam. Jika Mu’tazilah dihukumi sesat itu semua tidak lepas dari para pelakunya yang cenderung kebablasan sehingga “menuhankan” akal serta kekuatannya. Perbedaan yang ada sebenarnya adalah hanya tentang keyakinan tentang kekuatan Ikhtiar Manusia. Jadi jika ditarik kesimpulan boleh kita menganut suatu paham selagi masih berdasar Al Qur’an dan Assunnah tapi tidak boleh menjelekkan bahkan mengkufurkan paham lain dalam agama ini.


BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Setelah penulis menyelesaikan pembahasan tentang “ Kaum Mu’tazilah “ maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa :
1.    Mu’tazilah merupakan ism fa’il yang berakar dari kata ‘azala-i’tazala, yang berarti memisahkan-menyingkir atau memisahkan diri. Maka secara bahasa Mu’tazilah berarti orang yang memisahkan diri. Dan untuk mengetahui asal-usul nama Mu’tazilah dengan sebenarnya memang sulit. Berbagai pendapat dimajukan ahli-ahli, tetapi belum ada kata sepakat antara mereka. Yang jelas ialah bahwa nama Mu’tazilah sebagai designatie bagi aliran teologionil dan liberal dalam Islam timbul sesudah peristiwa dengan Hasan al-Basri di Basra.
2.    Ajaran-ajaran Kaum Mu’tazilah ada 5 yaitu Tauhid, al-Adl, Wa’d wal Wa’id, Al-Manzilah baina al-Manzilatain, dan Amar ma’ruf nahi munkar. Dan menurut mereka kelima hal pokok itu merupakan standar bagi kemu’tazilahan seseorang, dengan arti seseorang baru dikatakan Mu’tazilah jika dia menganut kelima hal tersebut, namun jika dia tidak mengakui salah satunya atau menambahkan padanya suatu hal saja, maka orang ini tidak pantas menyandang nama Mu’tazilah.
3.     Aliran Mu’tazilah masih dipandang sebagai aliran yang menyimpang dari aliran Islam dan dengan demikian tak disenangi oleh sebagian umat Islam, terutama di Indonesia. Kaum Mu’tazilah tidak disukai karena sikap mereka yang memakai kekerasan dalam menyiarkan ajaran-ajaran mereka dipermulaan abad ke sembilan Masehi. Kesalahpahaman terhadap aliran Mu’tazilah timbul, karena buku-buku mereka tidak dibaca dan dipelajari lagi dalam perguruan-perguruan tinggi Islam, kecuali mulai dari permulaan abad ke XX ini dan itupun hanya di perguruan tinggi tertentu seperti Al-Asy’ari dan Al-Maturidi dan sebagai lawan dari Mu’tazilah, tulisan-tulisan mereka tentang ajaran-ajaran Mu’tazilah tidak selamanya bersifat objektif.
Al-Baghdadi, umpamanya, menyebut mereka mereka golongan tersesat ( firaq al-dalal ), dan selalu memakai kata bid’ah, fadiah (perbuatan yang memalukan ) dan dalalah ( kesesatan )dalam menggambarkan ajaran-ajaran Mu’tazilah. Kata takfir ( memandang kafir ) juga selalu di pakai. Tetapi atas pengaruh Jamaluddin Afgani dan Syekh Muhammad ‘Abdu, sebagai dua pemimpin modernisme yang utama dalam Islam, keadaaan di atas telah mulai berubah. Telah ada pengarang-pengarang, bahkan alim ulama yang mulai membela kaum Mu’tazilah. Al-Nasysyar, Guru Besar Falsafat Islam di Universitas Alexandria umpamanya, ia sendiri berpendapat bahwa al-nazzam adalah orang lurus serata benar yang banyak usahanya membela Islam.

DATAR PUSTAKA

Hanafi, Ahmad. 1996. Theology Islam ( Ilmu Kalam ). Jakarta : PT. Bulan Bintang.
Nasution, Harun. ______. Aliran-aliran Sejarah Anlisa Perbandingan. Jakarta : UI Press.
Ragab.  2009. “ Mu’tazilah : Asal Usul dan Ide-ide Pokok ”. ( online ),
( http://ragab304.wordpress.com , diakses 17 Maret 2012 )


[3] Ahmad Hanafi, Theology Islam ( Ilmu Kalam ), ( Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1996 ), hal 39
[4] Harun Nasution, Teolog Islam : Aliran-aliran Sejarah Anlisa Perbandingan, ( Jakarta : UI Press, ___ ), hal 38
[5] Harun Nasution, Teolog Islam : Aliran-aliran Sejarah Anlisa Perbandingan, ( Jakarta : UI Press, ___ ), hal 39
[6] Ahmad Hanafi, Theology Islam ( Ilmu Kalam ), ( Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1996 ), hal 40-41
[7] Harun Nasution, Teolog Islam : Aliran-aliran Sejarah Anlisa Perbandingan, ( Jakarta : UI Press, ___ ), hal 41
[8] Ahmad Hanafi, Theology Islam ( Ilmu Kalam ), ( Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1996 ), hal 42-43
[9] Ahmad Hanafi, Theology Islam ( Ilmu Kalam ), ( Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1996 ), hal 43-45
[10] Harun Nasution, Teolog Islam : Aliran-aliran Sejarah Anlisa Perbandingan, ( Jakarta : UI Press, ___ ), hal 56-58
[11] Harun Nasution, Teolog Islam : Aliran-aliran Sejarah Anlisa Perbandingan, ( Jakarta : UI Press, ___ ), hal 58-60

1 komentar:

  1. sebenarnya ana paling gak suka kalo ada makalah di upload, karena takut menjadikan teman2 mahasiswa malas. tapi saat kepeet karena banyak kesibukan, ana bersyukur juga bisa copas makalah ini. lengkap lagi footnotenya.so, mantap deh..hehehe
    salam blogger

    BalasHapus